TANGGAMUS – Setelah geger dan bertahun-tahun surat tanah milik Supriono hilang tanpa kejelasan akibat ulah oknum mantri BRI, akhirnya secara diam-diam Angga Bagus Novianto menyerahkan sertifikat tersebut, pada Senin, 26 Mei 2025.
Namun penyerahan dilakukan secara diam-diam di rumah Supriono, tanpa melibatkan kuasa hukum dan tanpa mekanisme pertanggungjawaban yang jelas.
Istri Supriono menerangkan bahwa Angga Bagus oknum mantri BRI datang ke rumahnya sekitar pukul 17.30 WIB bersama Kepala Unit BRI Wonosobo, Pachrudin Saleh, membawa sertifikat yang selama ini dicari.
Dalam pertemuan itu, lanjut istri Suoriono, Angga memaksa suaminya untuk berfoto bersama SHM sebagai bentuk dokumentasi, namun permintaan itu langsung ditolak, lantaran menilai tindakan tersebut sebagai upaya cuci tangan.
“Kami minta semua urusan diselesaikan melalui kuasa hukum kami. Ini bukan soal foto. Ini soal pertanggungjawaban hukum atas penahanan sertifikat selama tujuh tahun,” ujar istri Supriono.
Sementara, Adi Putra Amril Darusamin, kuasa hukum Supriono, menilai tindakan Angga dan BRI sebagai manuver licik yang bertujuan menghindari proses hukum dan gugatan.
“Penyerahan diam-diam ini bukan solusi, tapi bentuk pengaburan masalah. Kenapa sertifikat itu bisa ada di rumah pribadi seorang mantri sejak 2018? Ini bukan kelalaian, tapi dugaan perbuatan melawan hukum,” tegas Adi.
Ia menambahkan, selama tujuh tahun SHM itu dikuasai secara tidak sah, kliennya mengalami kerugian baik materiil maupun immateriil, termasuk kesulitan mengurus dokumen penting seperti sambungan listrik.
Sebelumnya, terang Adi, dalam pertemuan di BRI KC Pringsewu dan BRI Unit Wonosobo, pihak BRI terkesan melempar tanggung jawab ke Angga Bagus Novianto, seolah-olah permasalahan hanya bersifat personal, padahal Angga menjalankan fungsi sebagai pegawai resmi BRI.
“BRI tidak bisa cuci tangan. Angga itu bagian dari institusi. Kami akan terus kejar pertanggungjawaban institusional dari BRI,” ujar Adi.
Kasus ini kini sedang diadvokasi oleh Kantor Hukum Kurnain & Rekan. Pihak Supriono menyatakan siap menempuh jalur pidana, perdata, PTUN, dan hukum perbankan, karena kasus ini dinilai mengandung unsur pidana penipuan, penyalahgunaan jabatan, dan kelalaian institusional.
“Penyerahan sertifikat ini bukan akhir. Ini justru awal dari proses hukum yang akan kami tempuh,” tutup Adi Putra Amril Darusamin. ***