KOTA BEKASI — Polemik proyek revitalisasi Pasar Jatiasih, Kota Bekasi, makin memanas. Puluhan vendor dan subkontraktor yang terlibat dalam proyek tersebut mendesak pertanggungjawaban dari pengelola, PT Mukti Sarana Abadi (MSA), atas tunggakan pembayaran miliaran rupiah. Di sisi lain, para pedagang justru kian terhimpit dengan penggusuran, pembayaran DP kios, hingga penyegelan tempat penampungan sementara.
Kondisi ini mencerminkan kegagalan koordinasi antara pengembang, Pemerintah Kota Bekasi, dan para pelaku usaha yang selama ini menopang denyut ekonomi pasar tradisional tersebut.
“Kami sudah bekerja, material keluar, tenaga dikerahkan. Tapi pembayaran tak kunjung jelas. Ini penipuan!” tegas salah satu subkontraktor dalam aksi audiensi di Kantor Wali Kota Bekasi, pekan lalu.
Menurut para vendor, MSA menunggak pembayaran senilai Rp9 hingga Rp10 miliar kepada belasan pihak. Mereka bahkan mengultimatum Pemerintah Kota Bekasi agar menyelesaikan mediasi dalam waktu tiga minggu, sebelum masalah ini dilaporkan secara hukum.
Tak hanya vendor, ratusan pedagang lama yang menempati pasar sejak 1993 juga mengeluh. Mereka merasa ditekan untuk membayar DP kios pasar yang belum jelas status legalitasnya, sementara tempat penampungan sementara (TPS) yang mereka dirikan justru dinyatakan ilegal dan disegel oleh pengelola.
“Kami ini korban. Pasar dibongkar, tempat digusur, TPS disegel, tapi kios baru belum layak huni. Mau dagang di mana?” ungkap salah satu pedagang.
Kondisi pasar pun makin semrawut. DPRD Kota Bekasi bahkan menyoroti munculnya kios tambahan di area bawah tangga pasar yang tidak sesuai dengan site plan awal. Diduga, pembangunan tambahan ini dilakukan tanpa addendum resmi atau persetujuan Pemkot.
Situasi ini menunjukkan adanya ketidakberesan serius dalam pelaksanaan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Pemkot Bekasi dengan PT MSA. Sejumlah kewajiban pengembang yang seharusnya dipenuhi, seperti genset, instalasi kebakaran, mobil sampah, hingga penyelesaian amdal dan PBB, masih belum dilaksanakan.
PJ Wali Kota Bekasi, yang kini menjadi mediator, mengaku akan menindaklanjuti temuan ini melalui Inspektorat. Namun, hingga kini belum ada jaminan kepastian hukum bagi vendor maupun pedagang.
Kegaduhan proyek revitalisasi ini menjadi cermin buram wajah pembangunan di Kota Bekasi di mana rakyat kecil yang justru paling dirugikan. ***