LAMPUNG TENGAH – Setelah lebih dari dua dekade menjadi korban pembiaran negara, warga Kampung Karang Jawa, Kecamatan Anak Ratu Aji, Kabupaten Lampung Tengah, akhirnya bangkit dan akan kembali gugat hak atas tanah garapan di atas eks HGU PT. Tris Delta Agrindo (TDA) yang diduga dikuasai mafia tanah.
Lahan seluas 2.667 hektare yang dulu diperjuangkan rakyat sejak 1998, kini dikuasai oleh pihak-pihak yang tak berhak. Lebih menyakitkan lagi, para penggarap sah tercatat dalam dokumen negara telah kehilangan akses terhadap tanah mereka sendiri.
Tidak hanya itu, intimidasi, kriminalisasi, bahkan penahanan terhadap warga pun terjadi hanya karena mereka mempertahankan hak yang telah diberikan secara sah.
Dokumen perjanjian tahun 2000 menunjukkan fakta penting: pemerintah, PT. TDA, dan masyarakat menyepakati alokasi 2.667 hektare untuk 2.406 keluarga dari 11 kampung, termasuk Karang Jawa. Setiap keluarga dijanjikan 1 hektare lahan garapan sebagai hasil perjuangan yang dimulai sejak 1998.
Namun kenyataan berkata lain. Setelah warga mulai membuka lahan dan menanam, muncul oknum-oknum yang merebut paksa areal garapan. Mafia tanah masuk dengan kekuatan modal, koneksi, dan aparatur negara yang diduga ikut memback-up kekuasaan mereka.
“Ini bukan sekadar konflik agraria. Ini penjarahan terstruktur terhadap hak rakyat kecil. Kami punya dokumen lengkap. Tapi negara diam, seolah menutup mata terhadap penderitaan rakyat,” ujar Suhaimi, Koordinator Umum Tim Penyelesaian Lahan Ex TDA. “
Kini, warga tidak lagi sendiri. Red Justicia Law Firm resmi menerima mandat dari puluhan warga untuk memulai langkah hukum. Proses pengumpulan kuasa hukum terus dilakukan, menyasar seluruh pemohon yang tercatat secara resmi sejak tahun 2000.
“Kami akan ajukan gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) terhadap penguasa lahan ilegal. Kami juga sedang menyiapkan laporan pidana ke kepolisian dan aduan administratif ke Satgas Mafia Tanah dan Kementerian ATR/BPN,” ujar Adi Putra, Tim Advokat Red Justicia.
Adi menyebut pihaknya juga akan menyurati Komisi II DPR RI untuk meminta pembentukan Panja (Panitia Kerja) sengketa lahan eks HGU PT. TDA. Negara tidak boleh kalah oleh mafia. Warga Karang Jawa akan dibela sampai hak mereka dikembalikan.
Menurut koordinator lapangan tim penyelesaian lahan eks TDA, Ediyanto menegaskan situasi di lapangan mungkin akan semakin memanas jika pihak mafia tanah yang menguasai lahan hingga ratusan hektar per orang tanpa legalitas yang jelas.
“Ini bom waktu. Kalau pemerintah tidak turun tangan segera, konflik ini akan meluas dan membahayakan stabilitas sosial,” tegas Ediyanto, koordinator lapangan warga.
2.406 Pemohon Menanti Keadilan
Dari data yang dihimpun, sebanyak 2.406 kepala keluarga dari 11 kampung tercatat sebagai pemohon sah, antara lain:
- Karang Jawa (253 pemohon)
- Negara Bumi Ilir (282)
- Kuripan (223)
- Bumi Aji (263)
- Negara Aji Baru (190)
- Negara Bumi Udik (271)
- Negara Aji Tua (199)
- Tanjung Harapan (210)
- Padang Ratu (210)
- Haduyang Ratu (236)
- Sukajaya (169)
Setiap dari mereka memiliki dokumen, data, dan riwayat perjuangan panjang yang sah secara sosial dan administratif. Namun kini, mereka hanya bisa menyaksikan lahan mereka dikelola oleh pihak lain.
Red Justicia menyatakan, perlawanan hukum ini bukan sekadar menggugat pihak yang menguasai tanah secara melawan hukum, tetapi juga menggugat sikap negara yang selama ini abai.
“Kami ingin negara hadir, bukan sebagai penonton. Jika negara tidak mampu memberantas mafia tanah, maka rakyat sendiri yang akan melakukannya dengan hukum di tangan mereka,” tutup Adi Putra.
Investigasi terus berlanjut. Di balik ribuan hektare lahan itu, tersimpan kisah pengkhianatan, pembiaran, dan perjuangan rakyat yang belum selesai. Karang Jawa kini bukan sekadar nama kampung, ini simbol perlawanan terhadap ketidakadilan agraria.